UPAYA HUKUM
Pengertian
Upaya hukum adalah upaya yang
diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal
tertentu melawan putusan hakim.
Dalam teori dan praktek kita
mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum
luar biasa. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa pada azasnya upaya
hukum biasa menangguhkan eksekusi
(kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta
mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi.
1.
Upaya hukum
biasa
a. Verzet adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Negeri.
Prosedur
mengajukan verzet, pasal 129 ayat (1) HIR
·
Dalam waktu 14 hari setelah
putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, jika putusan tidak
diberitahukan kepada tergugat sendiri maka :
·
Perlawanan boleh diterima
sehingga pada hari kedelapan setelah teguran (aanmaning) yang tersebut dalam
pasal 196 HIR atau;
·
Dalam delapan (8) hari setelah
permulaan eksekusi (pasal 197 HIR).
Dalam prosedur verzet kedudukan
para pihak tidak berubah yang mengajukan perlawanan tetap menjadi tergugat
sedangyang dilawan tetap menjadi Penggugat yang harus memulai dengan pembuktian.
Verzet
dapat diajukan oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan verstek, akan tetapi
upaya verzet hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini
tergugat tetap dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh upaya
hukum banding.
b. Banding adalah permohonan pemeriksaan kembali terhadap
putusan atau penetapan pengadilan tingkat pertama (PA) karena merasa tidak puas
atas putusan atau penetapan tersebut, ke pengadilan tingkat banding (PTA)
(Permohonan banding diatur dalam pasal 61
bab IV UU no. 50 th 2009)
“Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama
dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali jika UU menentukan
lain”
Prosedur
mengajukan permohonan banding (berdasarkan pasal 7-5 UU no.20 th 1947)
• Tenggang waktu permohonan banding 14 hari setelah putusan
di ucapkan
• Permohonan banding disampaikan kepada panetera PA yang
memutus perkara
• Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan
• Biaya banding di bebani kepada pemohon
• Panetera meregistrasi, membuat akta banding dan
melampirkan dalam berkas perkara sebagai bukti dari PTA
• Juru sita memberitahukan permohonan banding kepada lawan
paling lambat 14 hari dari tanggal permohonan banding
• Penyampaian memori banding
• Berkas perkara harus di kirim ke PTA setelah 1 bulan dari
permohonan banding
c. Kasasi adalah mohon pembatalan terhadap putusan
/penetapan pengadilan tingkat pertama (PA) atau terhadap putusan pengadilan
tingkat banding (PTA) ke mahkamah agung di jakarta melalui PA yang dahulu
memutus.
(Permohonan kasasi diatur dalam pasal 63
bab IV UU no. 50 th 2009)
“Atas penetapan dan putusan
Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan
kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara”
Alasan
permohonan kasasi (pasal 30 bab III UU no. 5 th 2004)
• tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
• salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
• lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan
yang bersangkutan.
Prosedur
permohonan Kasasi
Tenggang
waktu pengajuan permohonan kasasi 14 hari sejak pemberitahuan putusa PTA (pasal
46 ayat 1 & 2 bab IV UU no. 5 th
2004)
• Permohonan kasasi disampaikan kepada panetera PA yang
memutus perkara
• Membayar biaya kasasi
• Pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lawan
selambat-lambatnya 7 hari
• Pembuatan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari
• Pembuatan jawaban pihak lawan dalam waktu 14 hari
• Pengiriman berkas permohonan kasasi selambat-lambatnya 30
hari
2. Upaya Hukum Luar Biasa
a.
PK (peninjauan
kembali ) atau Request Civil adalah memeriksa dan mengadili atau memutus
kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
karena terdapat hal-hal baru yang dahulu tidak dapat diketahui, yang apabila
terungkap maka putusan Hakim akan berubah. PK diajukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan hanya dapat dilakukan oleh MA (bab IV bagian ke-IV UU no. 5 th
2004 pasal 66-76).
Alasan
permohonan PK (pasal 67 bab IV UU no. 5 th 2004)
• apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
• apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat
bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan;
• apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut
atau lebih dari pada yang dituntut;
• apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
• apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal
yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
• apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan
Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Prosedur
permohonan mengajukan PK:
· Permohonan
kembali diajukan oleh pihak yang berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
· Membayar
biaya perkara.
· Permohonan
Pengajuan Kembli dapat diajukan secara lisan maupun tertulis.
· Bila
permohonan diajukan secara tertluis maka harus disebutkan dengan jelas alasan
yang menjadi dasar permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No.
14/1985)
· Bila
diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang
ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang
permohonan tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985)
· Hendaknya
surat permohonan peninjauan kembali disusun secara lengkap dan jelas, karena
permohonan ini hanya dapat diajukan sekali.
· Setelah
Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera
berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut
kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat
diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985)
·
Pihak lawan hanya punya waktu 30
hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat jawaban bila
lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No.
14/1985).
·
Surat jawaban diserahkan
kepada Pengadilan Negeri yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal
diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon untuk
diketahui (pasal 72 ayat (3) UU No. 14/1985).
·
10)permohonan peninjauan kembali
lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah Agung
paling lambat 30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No. 14/1985).
·
11)Pencabutan permohonan
peninjauan kembali dapat dilakukan sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan
peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985)
b. Derden Verset, merupakan salah satu upaya
hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata.
Derden verzet merupak perlawanan pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara
yang bersangkutan, karena merasa dirugikam oleh putusan pengadilan. Syarat
mengajukan derden verzet ini adalah pihak ketiga tersebut tidak cukup hanya
punya kepentingan saja tetapi hak perdatanya benar-benar telah dirugikan oleh
putusan tersebut. Secara singkat syarat utama mengajukan derden verzet adalah
hak milik pelawan telah terlanggar karena putusan tersebut.
Dengan mengajukan
perlawanan ini pihak ketiga dapat mencegah atau menangguhkan pelaksanaan
putusan (eksekusi).